Sudut Pandang yang Berbeda

 

Photo by Диана Колесникович: https://www.pexels.com/photo/rustic-wooden-cabin-in-tranquil-countryside-setting-33432010/


Ada berbagai sudut pandang yang aku pelajari. Bulan lalu, aku belajar bahwa professionalisme adalah yang utama. Dikecewakan oleh pekerjaan atau rekan kerja pada hal hal diluar kerja adalah wajar. Namun demikian minggu ini, atau bulan ini khususnya aku belajar tentang, bagaimana kedekatan itu adalah suatu hal langka yang sangat berharga. 

Belakangan aku sadar bahwa, menemukan suami yang bisa aku ajak diskusi setiap hari, walaupun melalui telfon adalah hal yang besar. Diskusi hal hal kecil hingga besar dengan dia, terasa mudah ((walaupun ada beberapa hal besar yang susah)), walupun terkadang memang kita butuh untuk marah atau salah ngomong terlebih dahulu. Ternyata, kedekatan ini sangat berharga terlepas dari hidup yang sekarang kita lalui karena hidup sendiri betul betul berat secara mental. 

Kedua, hal yang aku lihat di sosial media adalah hal hal yang manis manis saja. Bisa jadi orang orang berteman hanya untuk konten ((and real it happens though)). Menemukan teman taman yang tulus itu memang sulit sekali, termasuk mereka yang mau membicarakan salah dan penting disaat yang bersamaan. Menemuka mereka ((atau re-finding your friends)) in this era itu sangat sulit. Aku bersyukur bisa reconnect dengan teman teman yang masih menerimaku, yang menerima pembicaraan dan small talks yang kita punya. Namun demikian, aku juga tidak perlu sedih melepas mereka yang memang sudah bukan lagi satu koneksi dan satu pembicaraan denganku. 

Kemudian, menemukan teman di ruang kantor itu juga bukanlah hal yang mustahil. Bertemu lagi dengan teman teman ku satu tim di jakarta, dan masuknya salah satu teman epidku di kantor membuka peluang aku untuk berteman dan memiliki teman di kantor untuk membicarakan hal hal teknis yang sulit dilakukan kepada teman diluar kantor. Anehnya, karena sempat berpasrah untuk tidak memiliki teman, Allah justru memberikan kesempatan aku berteman saat itu juga. Rasanya seperti dibalas kontan sama Allah untuk melepas apa yang bukan milikku dan diberikan pengganti yang insyaAllah akan lebih damai dirasakan. Selain itu, rasanya aku juga lebih ikhlas mengikuti apa kata suami untuk berperilaku di pekerjaan sehingga.... apakah ini rasanya diridhoi dan diberikan berkah ya?

Aku jadi berpikir, meskipun aku butuh proses panjang menerima, tapi prosesku setiap hari adalah hal hal yang perlu aku syukuri dengan segala diskusi dengan suami. Aku yakin bahwa proses ini tidak sia sia, untuk selalu bersyukur dan menjadi lebih baik serta menurunkan ego ini. Bismillah untuk 4 bula terakhir 2025 yang lebih baik, penuh syukur dan damai. 

Komentar